
Disisi lain aparat
keamanan tidak bisa menindak WNI yang diduga tergabung dengan ISIS karena tidak
memiliki landasan hukumnya. Selain itu tindakan aparat negara untuk mencegah penyebaran
faham radikal melalui media sosial mendapat resistensi kuat dari berbagai
elemen masyarakat, termasuk anggota dewan yang terhormat. Dukungan pihak
legislatif ini hanya sekedar untuk
mendapatkan perhatian dan dukungan dari kelompok yang pro penerapan faham radikal, dengan alasan
tindakan itu harus berlandasan hukum. Tanpa mereka sadari bahwa
langkah itu justru terlihat memberikan dukungan kepada mereka yang
dengan sengaja ingin menyebarkan faham radikal kepada masyarakat dengan memanfaatkan
kekosongan hukum.
Terkait belum
jelasnya landasan hukum, Wakapolri
mengharapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu)
segera dikeluarkan guna menanggulangi ISIS, jika tidak membuat Perppu maka payung hukum penindakan ISIS bisa dilakukan
dengan revisi UU Antiteror sehingga jangkauannya lebih luas. Langkah sementara adalah
melakukan upaya preventif diantaranya, melakukan pendekatan, menghimbau dan
meminta kepada kelompok-kelompok warga yang terindikasi terlibat mendukung agar
tidak bergabung. Sampai saat ini belum ada instrumen hukum yang mengatur
bagaimana sanksi terhadap masyarakat yang terlibat ISIS.
Masalahnya merevisi
UU Antiteror selain memakan waktu cukup lama, dipastikan akan mendapat resistensi luas dari masyarakat,
demikian juga dengan Perppu. Indonesia
adalah negara yang berlandaskan hukum sehingga
setiap kebijakan dan tindakannya harus berdasar hukum. jika ditangani di
luar landasan hukum, masalah baru berpotensi muncul.
Demikian juga dengan
langkah Kemenkominfo memblokir situs-situs berbau radikal atas permintaan Badan
Nasioal Penanggulanan Teror (BNPT), langsung mendapat tantangan dari berbagai
kalangan dengan alasan yang sama yakni pemblokiran itu harus berdasarkan
putusan Pengadilan. Disatu sisi pemblokiran hanya didasarkan atas Peraturan
Menkominfo sedangkan UU terkait hal itu belum ada. Mengahadapi permasalahan ini
sepertinya bangsa kita sedang berada dalam suatu dilema, apakah harus segera
mengeluarkan Perppu atau sesegera mungkin merevisi UU Anti Teror.
Pemerintah harus mengambil
langkah tegas untuk mengantisipasi semakin berkembangnya potensi ancaman ISIS
dengan melakukan revisi atas sejumlah
aturan, seperti UU Antiteror, UU KUHP, dan UU Kewarganegaraan. UU Antiteror
perlu diperkuat agar pertumbuhan kelompok radikal dapat ditekan, walaupun penguatan UU tersebut berpotensi mendapat
penolakan dari sejumlah aktivis seperti aktivis pro-demokrasi dan aktivis HAM.
Sekarang kita
tinggal pilih, mau UU Antiteror kita yang lemah, atau kedaulatan NKRI yang
lemah. Sementara itu revisi atas UU Kewarganegaraan dan UU KUHP untuk lebih
menjelaskan, tindakan apa saja yang dapat disebut dengan tindakan makar.
Menurutnya apa yang kini diduga
dilakukan relawan asal Indonesia yang berjuang bersama ISIS termasuk perbuatan
makar. Selain itu perlu dirinci pula
soal tindakan warga negara yang tidak mau pulang ke Indonesia bagaimana
hukumannya.
Sambil menunggu
revisi atas sejulah UU serta kemungkinan pemerintah mengeluarkan Perppu,
sebaiknya pemerintah segera mengajak tokoh agama, tokoh masyarakat serta tokoh
pemuda agar turut berperan mengajak masyarakat menolak kehadiran ISIS.
Pemerintah pusat dan
daerah perlu memanfaatkan momentum mulai
banyaknya penolakan dari hampir semua
elemen masyarakat di berbagai tempat dengan
mengajak masyarakat melakukan aksi damai
dalam berbagai bentuk seperti pemasangan spanduk dan pembagian selebaran untuk
menghadang upaya-upaya agitasi dan provokasi ajaran ISIS. Berbagai elemen
masyarakat juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi oknum dan kelompok yang
secara terbuka mendeklarasikan ISIS, dengan maksud untuk diajak kembali ke jalan Islam sebagai
Rahmatan lil Alamin. Langkah mencegah ISIS juga bisa dilakukan melalui
pertukaran informasi antar sesama warga melalui tokoh agama dan tokoh masyarakat, terkait dampak kerusakan ISIS
agar fahamnya tidak merembet Indonesia terutama kepada pelajar dan generasi
muda melalui pondok pesantren, lembaga pendidikan formal dan juga nonformal.***
Komentar
Posting Komentar