Solusi Pencegahan ISIS di Indoneisa dan Papua

Suarakitorangnews.- Masalah ISIS di Indonesia akhir-akhir ini sudah menjadi perhatian utama semua pihak, mengingat propaganda yang  dilakukan telah mendapat simpati masyarakat secara luas.  Terbukti sudah banyak WNI yang berangkat menuju Timur Tengah untuk bergabung  dengan ISIS serta ada yang secara terang-terangan menyatakan menjadi simpatisan ISIS dengan berbagai cara termasuk mengibarkan bendera berlambang ISIS di depan rumahnya. Tentu saja fenomena semacam ini harus disikapi dengan bijak dan tegas agar tidak menjadi ancaman bagi keamanan di Indonesia secara khusus di Papua.

Disisi lain aparat keamanan tidak bisa menindak WNI yang diduga tergabung dengan ISIS karena tidak memiliki landasan hukumnya. Selain itu tindakan aparat negara untuk mencegah penyebaran faham radikal melalui media sosial mendapat resistensi kuat dari berbagai elemen masyarakat, termasuk anggota dewan yang terhormat. Dukungan pihak legislatif ini hanya  sekedar untuk mendapatkan perhatian dan dukungan dari kelompok yang pro  penerapan faham radikal, dengan alasan tindakan itu harus berlandasan hukum. Tanpa mereka sadari  bahwa  langkah itu justru terlihat memberikan dukungan kepada mereka yang dengan sengaja ingin menyebarkan faham radikal kepada masyarakat dengan memanfaatkan kekosongan hukum. 

Terkait belum jelasnya landasan hukum, Wakapolri  mengharapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) segera dikeluarkan guna menanggulangi ISIS, jika tidak membuat Perppu maka  payung hukum penindakan ISIS bisa dilakukan dengan revisi UU Antiteror sehingga jangkauannya lebih luas. Langkah sementara adalah melakukan upaya preventif diantaranya, melakukan pendekatan, menghimbau dan meminta kepada kelompok-kelompok warga yang terindikasi terlibat mendukung agar tidak bergabung. Sampai saat ini belum ada instrumen hukum yang mengatur bagaimana sanksi terhadap masyarakat yang terlibat ISIS.

Masalahnya merevisi UU Antiteror selain memakan waktu cukup lama, dipastikan akan  mendapat resistensi luas dari masyarakat, demikian juga dengan Perppu.  Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum sehingga  setiap kebijakan dan tindakannya harus berdasar hukum. jika ditangani di luar landasan hukum, masalah baru berpotensi muncul.

Demikian juga dengan langkah Kemenkominfo memblokir situs-situs berbau radikal atas permintaan Badan Nasioal Penanggulanan Teror (BNPT), langsung mendapat tantangan dari berbagai kalangan dengan alasan yang sama yakni pemblokiran itu harus berdasarkan putusan Pengadilan. Disatu sisi pemblokiran hanya didasarkan atas Peraturan Menkominfo sedangkan UU terkait hal itu belum ada. Mengahadapi permasalahan ini sepertinya bangsa kita sedang berada dalam suatu dilema, apakah harus segera mengeluarkan Perppu atau sesegera mungkin merevisi UU Anti Teror.

Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk mengantisipasi semakin berkembangnya potensi ancaman ISIS dengan melakukan  revisi atas sejumlah aturan, seperti UU Antiteror, UU KUHP, dan UU Kewarganegaraan. UU Antiteror perlu diperkuat agar pertumbuhan kelompok radikal dapat ditekan, walaupun  penguatan UU tersebut berpotensi mendapat penolakan dari sejumlah aktivis seperti aktivis pro-demokrasi dan aktivis HAM.

Sekarang kita tinggal pilih, mau UU Antiteror kita yang lemah, atau kedaulatan NKRI yang lemah. Sementara itu revisi atas UU Kewarganegaraan dan UU KUHP untuk lebih menjelaskan, tindakan apa saja yang dapat disebut dengan tindakan makar. Menurutnya  apa yang kini diduga dilakukan relawan asal Indonesia yang berjuang bersama ISIS termasuk perbuatan makar. Selain itu perlu dirinci pula  soal tindakan warga negara yang tidak mau pulang ke Indonesia bagaimana hukumannya.

Sambil menunggu revisi atas sejulah UU serta kemungkinan pemerintah mengeluarkan Perppu, sebaiknya pemerintah segera mengajak tokoh agama, tokoh masyarakat serta tokoh pemuda agar turut berperan mengajak masyarakat menolak kehadiran ISIS.

Pemerintah pusat dan daerah perlu memanfaatkan momentum  mulai banyaknya  penolakan dari hampir semua elemen masyarakat di berbagai  tempat dengan mengajak masyarakat  melakukan aksi damai dalam berbagai bentuk seperti pemasangan spanduk dan pembagian selebaran untuk menghadang upaya-upaya agitasi dan provokasi ajaran ISIS. Berbagai elemen masyarakat juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi oknum dan kelompok yang secara terbuka mendeklarasikan ISIS, dengan maksud untuk  diajak kembali ke jalan Islam sebagai Rahmatan lil Alamin. Langkah mencegah ISIS juga bisa dilakukan melalui pertukaran informasi antar sesama warga melalui tokoh agama dan tokoh  masyarakat, terkait dampak kerusakan ISIS agar fahamnya tidak merembet Indonesia terutama kepada pelajar dan generasi muda melalui pondok pesantren, lembaga pendidikan formal dan juga nonformal.***

Komentar